Saturday, September 22, 2012

Anak Gadis Papa

Adakah yang lebih mencintaimu selain aku, Pah? Tak jumpa dengan sosokmu seminggu ini membuatku sedikit khawatir. Mungkin rindunya lebih daripada rindu pada kekasih. Yang rasanya tidak bisa dijabarkan satu persatu. Lidahku kelu untuk sekedar mengatakan, “aku kangen papah, cepat pulang ya”. Iya aku malu mengatakannya, saat tak pernah malu mengucap rindu pada kekasih sendiri.

Kurunut lagi kebiasaan-kebiasaan kami yang lalu. Konversasi berjam-jam yang sarat dengan petuah. Bahwa aku harus selalu berpikir panjang jika akan melakukan segala sesuatu. Bahwa aku tak boleh menangis, karena semakin sedikit air mata yang tumpah maka akan semakin cepat mimpiku terwujud. Bahwa kau bilang tak akan pernah tinggalkanku karena aku kesayanganmu.

Jika orang bertanya siapa guru terbaikku yang pertama kali mengenalkan abjad, tentu kau orangnya.
Selepas magrib aku akan diajarkan menulis. Pensil harus selalu diserut dan buku tulis bersampul coklat itu harus digaris tepi kanan kirinya. Aku diajarkan rapi sedari dulu. Diajarkannya juga aku menggambar, sayangnya gambarku selalu buruk. Acak-acakan dan tak jelas. Saat contoh gambarmu selalu bagus dan aku hampir putus asa jika gambarku tak sedikitpun mirip denganmu. Aku lebih suka menulis, tenggelam dengan pensil bergaris merah dan hitamku di lantai. Berderet-deret huruf kucontoh dari tulisanmu yang paling atas.

Pah, tak apa jika kau selalu marah karena aku lekas mengantuk akibat terlalu banyak main di siang hari. Aku cuma gadis kecilmu.. Masih memiliki sifat yang sama seperti dulu ketika masih berlarian memakai kaus kutang dan celana dalam ke mana-mana. Yang selalu dilarang bermain hujan dan cuma menatap iri pada anak lain seumuranku. Harus berteduh sendirian saat anak-anak lain pulang beramai-ramai sambil hujan-hujanan dan membuatku harus rela pulang sendirian setelah reda. Aku yang tak berani pulang ke rumah jika nilaiku dulu bukan “jipel”, kata lain dari 100, dan aku pernah memalsukan tanda tanganmu di nilai hasil ulangan yang harus dikembalikan pada Bu Guru.

Pah, aku selalu membelamu. Sebesar apapun kesalahan itu. Karena kuyakin Tuhan punya jawaban sendiri atas apa yang terjadi. Satu hal yang selalu kuingat bahwa tak ada cinta darimu yang pernah terbagi, karena cinta untukku cuma satu kan Pah. 

No comments:

Post a Comment